Peternakan modern sering kali dianggap tidak meyakinkan bagi sebagian masyarakat. Bayangkan saja, tahun 1970-an, ayam broiler dalam kurun waktu satu bulan hanya mampu menghasilkan bobot masih di bawah 1 kilogram, namun sekarang kita lihat, ayam itu sudah mampu menghasilkan bobot 2 kilogram hanya kurun waktu kurang dari satu bulan.
Ditambah
dengan munculnya pelarangan antibiotik oleh pemerintah melalui UU No. 41 tahun
2014 lalu yang secara langsung menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan
menambahkan bahan hormonal atau antibiotik di dalam bahan pakan yang diberikan
ke ternak.
Adanya
Permentan No. 14 tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan juga sudah menerapka
sejak tanggal 1 Januari 2018, Pemerintah dengan tegas melarang penggunaan AGP
dalam pakan.
Pelarangan
itu juga diperkuat lagi dengan adanya Permentan No. 22 Tahun 2017 tentang
Pendaftaran dan Peredaran Pakan, yang didalamnya juga diberikan syarat pakan
yang diedarkan harus terbebas dari adanya AGP.
Hal itu tentu
akan membuat masyarakat semakin skeptis dan menjauh dari konsumsi pangan yang
mengandung protein tinggi, salah satunya adalah adanya dampak residual yang
tidak baik dari adanya pemberian AGP untuk pakan ternak.
Seberapa
bergunannya AGP bagi produksi ternak?
Sebelumnya, dalam
dunia Kedokteran Hewan, khususnya di bidang perunggasan, ada empat tujuan
penggunaan antibiotik, yaitu sebagai terapeutik, artinya antibiotik agar
diberikan kepada hewan yang sakit agar segera sembuh dari agen penyakit
kausatifnya. Metafilaksis, artinya sebagai kontrol dari hewan yang sudah
diketahui terdapat penyakit sehingga tidak dapat menyebarkan penyakitnya lebih
luas lagi. Profilaksis (pencegahan), artinya sebagai agen protektor untuk
mencegah hewan agar tidak gampang terkena penyakit. Dan Antibiotic Growth
Promotor (AGP), artinya antibiotik yang dierikan untuk menghilangkan bakteri
yang merugikan ternak terutama di saluran pencernaan sehingga penyerapan pakan
akan lebih optimal dan produksi semakin baik.
Penggunaan
AGP pada unggas
Umumnya,
penggunaan AGP ditujukan kepada bakteri yang terdapat di permukaan saluran
pencernaan. Biasanya juga penggunaan AGP untk sebagian peternak yang mengerti
akan diberikan di bawah dosis normal atau di bawah dosis standar karena memang
fungsinya hanya untuk terapi. Pemberian dosis yang di bawah standar itu
bermaksud agar AGP tidak terdistribusikan jauh ke dalam organ sehingga malah
meninggalkan residu pada daging dan telur yang dihasilkan.
Tentu AGP ada
beberapa jenis, sesuai dengan jenis kelarutannya, karena jenis kelarutan akan
berpengaruh juga terhadap distribusi obat tersebut di dalam tubuh. Seperti AGP
jenis Flavomisin yang larut air dan bersifat polar, sehingga pemberian dosis
tinggi tidak diserap oleh tubuh dan tidak perlu waktu henti (pemberian) untuk
menghilangkan residu. Contoh lain seperti AGP jenis Oksiterasiklin, AGP ini
larut dalam lemak dan tidak polar, sehingga pemberian dosis rendah pun tetap
akan diserap dan perlu waktu henti (pemberian) untuk menghilangkan efek
residunya.
Kenapa AGP
dilarang?
Alasan utama
pelarangan AGP adalah karena ternak yang diberikan pakan yang dicampur AGP,
ternyata berdampak buruk bagi kesehatan manusia yang mengonsumsinya. Residu
yang diakibatkan antibiotik pada jaringan otot ayam dan telur, mengakibatkan
manusia yang mengonsumsinya akan kebal pada beberapa jenis antibiotik.
Hal itu tentu
akan membahayakan konsumennya karena dengan begitu akan mengakibatkan bakteri
penyebab infeksi akan diobati dengan antibiotik yang memiliki dosis lebih
tinggi, tentu jangka panjang akan mengakibatkan efek samping yang berbahaya
bagi kesehatan manusia.
Memang benar
sampai saat ini industri peternakan, khususnya perunggasan belum sepenuhnya
mampu mengeliminasi antibiotik dan diganti dengan bahan alternatif sebagai
penunjang produksi ayamnya. Hal itu tentu membutuhkan waktu lebih lama untuk
sepenuhnya mengeliminasi antibiotik sebagai bahan sub-terapi untuk pencegahan
penyakit saluran pencernaan unggas. Walaupun pelarangan AGP ini sudah terhitung
dimulai tanggal 1 Januari 2018.
Asumsi
negatif publik akan hal ini tentu masih akan sulit ditanggulangi, ya siapa yang
mau rugi jika bahan baku pakan saja sedikit demi sedikit mengalami kenaikan,
harga ayam merosot, tentu peternak juga akan mencari cara untuk tidak mengalami
kerugian yakni dengan menekan efisiensi pemeliharaannya.
Sudah
sepatutnya pemerintah mulai mendukung upaya pengembangan pakan alternatif
pengganti AGP, seperti enzim, minyak esensial, asam organik, probiotik, prebiotik, dll yang
terbukti dapat mengeliminir bakteri yang merugikan pada saluran pencernaan.
Pada
prinsipnya, AGP atau antibiotik dibutuhkan unggas, namun karena afek sampingnya
yang berbahaya bagi konsumen sehingga dilarang. Namun, perlu diketahui bahwa
antibiotik beragam jenisnya ada yang mudah larut dalam air dan polar yang mana
tidak menimbulkan efek resisten dan ada juga yang bersifat larut dalam lemak
dan non polar yang mana hal ini lebih resisten. Pada prinsipnya memang
dibutuhkan namun dalam skala sub terapi dan tentu harus pintar dalam memilih
yang tidak berbahaya. Akibat dari penyalahgunaan sehingga membahayakan
konsumennya.
0 Response to "Seberapa Berbahaya Antibiotik bagi Manusia?"
Posting Komentar